Moa, Mollucastimes.Com- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melakukan pertemuan dengan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Bapak Rasio Ridho Sani (Direktur) dan Rosa Vivien Ratnawati.
Sesuai rilis yang diterima media ini dari Badan Pekerja Kontras, Senin (9/1/2016), pertemuan dilakukan secara khusus untuk mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera turun ke Pulau Romang untuk mengambil tindakan penghentian praktik pertambangan yang dilakukan oleh PT Gemala Borneo Utama (GBU), memastikan pemulihan lingkungan dan perlindungan hak – hak masyarakat.
Kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum, KLHK KontraS menyampaikan temuan – temuan hasil investigasi KontraS di Pulau Romang mengenai adanya dugaan pelanggaran HAM yang terjadi akibat praktik pertambangan yang dilakukan oleh PT GBU. Dugaan pelanggaran HAM tersebut diantaranya berupa dampak buruk terhadap lingkungan hidup dan terancamnya kehidupan serta hak – hak (masyarakat adat) di Pulau Romang.
Kami menemukan sejumlah fakta dan informasi bahwa Operasi tambang PT GBU diduga telah mengakibatkan hilangnya di antaranya, (1) hilangnya tanaman Agar-agar di laut, (2) rusaknya tanaman Pala dan Cengkeh akibat uap panas yang dihasilkan di areal penambangan, (3) berkurangnya hasil Madu Hutan di sekitar lokasi penambangan akibat bunyi-bunyian yang dihasilkan dari alat-alat penambangan. (4) Di Desa Hila, daerah lokasi pertambangan, debit air menjadi berkurang dan menjadi berwarna keruh. (5) muncul gas yang mengeluarkan bau tidak sedap pada salah satu lubang mata bor yang ada di lokasi pengeboran di Desa Hila. (6) tidak adanya perlindungan terhadap hutan sebagaimana kewajiban perusahaan dalam peraturan pemerintah.
PT GBU juga diduga telah melakukan pelanggaran aturan prosedural .Berdasarkan Kepmen Kehutanan nomor SK.25/MENHUT-II/2012 tentang IPPKH untuk kegiatan eksplorasi emas atas nama PT GBU terdapat aturan dalam melakukan pengeboran, seperti jarak antar titik bor 40 m, diameter lubang bor, 2,5 – 5 cm, kedalaman lubang bor 150 m, dan rencana titik bor 60 buah. Tetapi, di lapangan, kami menemukan aturan tersebut tidak dipatuhi oleh perusahaan. Ada beberapa titik bor satu dengan yang lain hanya berjarak kurang dari 10 m. bahkan, menurut penuturan warga, jumlah titik bor, kini sudah melebihi 60 buah.
Kegiatan pertambangan di Pulau Romang juga terdapat pengabaian aturan hukum adat dalam penggunaan tanah yang dilakukan secara sepihak oleh Kepala Desa Hila dengan mengizinkan PT GBU mengakses, eksplorasi dan mengambil keuntungan tambang emas di Pulau Romang. Tindakan ini tidak mengikuti aturan hukum adat yang berlaku dan diakui oleh masyarakat Pulau Romang. Terlebih, terdapat penipuan dari janji yang pernah disampaikan oleh PT GBU berdasarkan perjanjian yang disampaikan ke sejumlah tokoh adat Pulau Romang pada 2008.
Berdasarkan hal – hal tersebut KontraS mendesak KLHK untuk melakukan sejumlah respon, di antaranya, memberikan sanksi berupa pencabutan izin pinjam pakai kawasan hutan yang telah terbukti melanggar beberapa aturan seperti yang ditulis di atas, melakukan evaluasi terhadap pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan, penerima dispensasi pinjam pakai kawasan hutan, dan pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan, serta mempublikasikannya kepada masyarakat; kemudian, Melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan; melakukan perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit.
Sebagai bentuk tindak lanjut atas audiensi tersebut, KLHK akan melakukan kegiatan turun lapangan mendatangi Pulau Romang pada akhir Januari ini. dalam kegiatan tersebut, akan dilakukan pengecekan terhadap kerusakan dan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh praktik pertambangan, termasuk memastikan izin tersebut. (MT-01)