“Generasi Z adalah generasi yang hidup dalam era digitalisasi dengan berbagai danpak yang ditimbulkan. Karena itu, penting bagi gereja mengingatkan keluarga agar menyadari pentingnya pendidikan inter-generasional agar nilai-nilai iman tetap diturunkan dengan baik. Digitalisasi menciptakan ruang nir-touch. Jika orang tua tidak hadir secara langsung, anak akan mengambil nilai dari sumber lain yang belum tentu tersaring,” tutupnya.
Ambon,moluccastimes.id-Gereja Protestan Maluku (GPM) akan melakukan peneguhan terhadap 13.925 calon sidi baru dari seluruh wilayah pelayanan GPM.
“Para calon sidi baru itu akan diteguhkan dalam ibadah Peneguhan Sidi yang merupakan puncak dari proses Pendidikan Formal Gereja (PFG), pada Minggu, 13 April 2025 besok,” ungkap Ketua Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode GPM, Pdt. Elifas Tomix Maspaitella, M.Si kepada media ini, Sabtu 12/04/2025.
Dikatakan, prosesi peneguhan akan menjadikan calon sidi baru sebagai warga GPM.
“Sebagai warga gereja khususnya GPM, mereka harus memiliki kedewasaan dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus serta siap melakukan pelayanan sesuai amanat agung yang terakomodir dalam misi GPM secara utuh,” jelas Maspiatella.
Pria smart itu menerangkan, peneguhan sidi merupakan buah pembinaan selama 17 tahun dalam proses PFG.
“Jadi, peneguhan sidi ini bukan karena mengikuti Katekisasi selama satu tahun saja, tetapi merupakan sebuah proses pembinaan panjang dalam PFG sejak usia dini dimulai dari Sekolah Minggu-Tunas Pekabaran Injil (SM-TPI) selama 16 tahun hingga Katekisasi 1 tahun,” terangnya.
Hal menarik yang menjadi sorotan pria kelahiran Negeri Rutong ini, adalah calon sidi baru merupakan bagian generasi Z.
“Generasi Z adalah generasi yang hidup dalam era digitalisasi dengan berbagai danpak yang ditimbulkan. Karena itu, penting bagi gereja mengingatkan keluarga agar menyadari pentingnya pendidikan inter-generasional agar nilai-nilai iman tetap diturunkan dengan baik.,” tandas Maspaitella.
Ditambahkan, momentum peneguhan sidi bukan sekadar seremoni, tetapi awal dari panggilan hidup yang lebih besar dalam pelayanan.
“Digitalisasi menciptakan ruang nir-touch. Jika orang tua tidak hadir secara langsung, anak akan mengambil nilai dari sumber lain yang belum tentu tersaring. Karena itu, Gereja, keluarga, dan seluruh komunitas diajak untuk terus mendampingi generasi muda ini dalam pertumbuhan iman yang kontekstual dan relevan di era digitalisasi ini,” kuncinya. (MT-01)